Kerajaan-kerajaan Hindu
1. Kerajaan Kutai
sumber : http://slideplayer.info/slide/2015400/7/images/5/PETA+KEKUASAAN+KERAJAAN+KUTAI.jpg
1.
Sejarah kerajaan kutai
Kerajaan Kutai (Martadipura) adalah kerajaan
Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini diperkirakan terbnetuk pada abad ke 5 M
atau sekitar tahun 400 M. kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur,
dekat kota Tenggarong, atau tepatnya di hulu sungai Mahakam. Sebenarnya, nama
Kutai itu sendiri diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menceritakan tentang kerajaan itu sendiri. Tidak ada bukti sejarah maupun
prasasti yang menyebutkan secara pasti tentang nama dari kerajaan ini. Oleh
karena itu, para ahli mengacu pada nama tempat tersebut. Sangat sedikit bukti
sejarah yang ditemukan terkait dengan kerajaan Kutai, akibatnya informasinya
pun sangat kurang.
Keberadaan kerajaan
Kutai itu sendiri diketahui berdasarkan penemuan bukti sejarah berupa prasasti
yang berbentuk yupa dengan jumlah 7 buah. Di dalam yupa tersebut, menceritakan
tentang berbagai aspek kehidupan yang terjadi semasa kerajaan Kutai, seperti
aspek politik, sosial, ekonomi, dan juga budaya. Adapun isi dari prasasti
tersebut ialah :
“śrīmatah śrī-narendrasya; kuṇḍuṅgasya
mahātmanaḥ; putro śvavarmmo vikhyātah; vaṅśakarttā yathāṅśumān; tasya putrā
mahātmānaḥ; trayas traya ivāgnayaḥ; teṣān trayāṇām pravaraḥ;
tapo-bala-damānvitaḥ; śrī mūlavarmmā rājendro; yaṣṭvā bahusuvarṇnakam; tasya
yajñasya yūpo ‘yam; dvijendrais samprakalpitaḥ”.
Artinya adalah :
“Sang
Mahārāja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang
Aśwawarman namanya, yang seperti Angśuman (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga
yang sangat mulia. Sang Aśwawarman mempunyai putra tiga, seperti api (yang
suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarman, raja yang
berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mūlawarman telah mengadakan kenduri
(selamatan yang dinamakan) emas amat banyak. Untuk peringatan kenduri
(selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana”.
Dari isi prasasti
tersebut dapat kita simpulkan bahwa raja pertama yang memimpin Kutai adalah
seorang yang bernama Kudungga. Raja tersebut memiliki seorang anak yang bernama
Asawarman atau juga dikenal dengan Wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah
turun tahta, Asawarman digantikan oleh salah satu dari tiga anaknya yang
bernama Mulawarman
Penggunaan nama
Asawarman dan juga nama-nama raja sesudahnya membuktikan bahwa kerajaan Kutai
telah masuk ke dalam kepercayaan Hindu pada saat itu, dan juga raja-raja
tersebut merupakan orang asli Indonesia yang telah memeluk agama Hindu.
SISTEM
KEHIDUPAN KERAJAAN KUTAI MARTADIPURA
1.
Sistem Politik
Seperti yang telah
dijelaskan dalam prasasti/yupa di atas, raja pertama kerajaan Kutai bernama
Kudungga yang memiliki seorang anak bernama Asawarman. Asawarman mewarisi tahta
kepada Mulawarman yang merupakan raja terbesar di kerajaan Kutai. Asawarman juga
sering disebut dengan Dewa Ansuman (Dewa Matahari) dan dipandang sebagai
Wangsakerta (pendiri keluarga raja). Raja-raja yang pernah memimpin kerajaan
Kutai adalah sebagai berikut :
1) Maharaja Kudungga
Kudungga adlaah raja pertama yang
memimpin kerajaan Kutai. Sebenarnya, nama Kudungga ditafsirkan oleh para ahli
merupakan nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan kebudayaan
Hindu (India). Itu berarti, Kudungga pada awalnya adalah seorang kepala suku.
Namun di tengah kepemimpinannya, masuklah ajaran agama Hindu dan Kudungga
menjadikan daerah kekuasaannya menjadi sistem pemerintahan dan mengangkat
dirinya sendiri menjadi raja. Lalu, pergantian raja-raja di kerajaan Kutai dilakukan
secara turun temurun.
2) Maharaja Asawarman
Raja Asawarman di dalam prasasti
yupa diceritakan sebagai seorang raja yang kuat dan juga cakap. Di masa
pemerintahannya, daerah kekuasaan kerajaan Kutai diperluas dengan sebuah
upacara yang dinamakan dengan Asmawedha. Upacara Asmawedha sendiri pernah
dilakukan di India pada saat pemerintahan Samudragupta ketika ingin memperluas
daerahnya. Dalam upacara tersebut diadakan sebuah ritual pelepasan kuda dengan
tujuan untuk menentukan tapal batas kekuasaan yang ditandai dengan tapak kaki
kuda yang palik akhir. Pelepasan kuda-kuda tersebut diikuti oleh para prajurit
kerajaan Kutai.
3) Maharaja Mulawarman
Raja Mulawarman merupakan raja
terbesar dan termasyur di kerajaan Kutai. Pada masa pemerintahannya, kerajaa
Kutai mengalami masa kejayaan. Rakyat-rakyatnya hidup aman, sejahtera dan
tentram. Hal ini ditandai dengan diadakannya kenduri oleh raja Mulawarman
dengan menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana di sebuah tanah suci
yang bernama Waprakeswara.
Setelah itu, yang berturut-turut
memerintah kerajaan Kutai adalah sebagai berikut :
4) Maharaja Irwansyah
5) Maharaja Sri Aswawarman
6) Maharaja Marawijaya Warman
7) Maharaja Gajayana Warman
8) Maharaja Tungga Warman
9)
Maharaja Jayanaga Warman
10) Maharaja Nalasinga Warman
11) Maharaja Nala Parana Tungga
12)
Maharaja Gadingga Warman Dewa
13) Maharaja Indra Warman Dewa
14) Maharaja Sangga Warman Dewa
15) Maharaja Singsingamangaraja XXI
16) Maharaja Candrawarman
17) Maharaja Prabu Nefi Suriagus
18) Maharaja Ahmad Ridho Darmawan
19) Maharaja Riski Subhana
20) Maharaja Sri Langka Dewa
21. Maharaja Guna Parana Dewa
22. Maharaja Wijaya Warman
23. Maharaja Indra Mulya
24. Maharaja Sri Aji Dewa
25. Maharaja Mulia Putera
26. Maharaja Nala Pandita
27. Maharaja Indra Paruta Dewa
28. Maharaja Dharma Setia
2. Sistem Ekonomi
Mata pencaharain yang
utama bagi masyarakat kerajaan Kutai adalah beternak sapi. Selain itu, bercocok
tanam dan juga berdagang juga merupakan mata pencaharian mereka. Hal ini dapat
dibuktikan dengan letak kerajaan Kutai yang dekat dengan sungai Mahakam sehingga
cocok untuk dijadikan sebagai tempat bercocok tanam. Selain itu, kerajaan Kutai
juga terletak di jalur perdagangan antara Cina dan India sehingga sangat
menguntungkan masyarakatnya untuk berdagang.
3. Sistem Sosial
Menurut
prasasti-prasasti yang telah ditemukan dan diterjemahkan oleh para ahli, dapat
disimpulkan bahwa masyarakat kerajaan Kutai pada saat itu adalah tertata,
tertib dan juga teratur. Selain itu, masyarakatnya juga cepat beradaptasi
dengan budaya luar khususnya India dengan tetap memegang teguh budaya lokal.
4. Sistem Budaya
Dapat dikatakan
bahwasanya kehidupan budaya masyarakat kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini
ditandai dengan seringnya diadakan upacara penghinduan (pemberkatan pemeluk
agama Hindu) yang dikenal dengan sebutan Vratyastoma. Upacara ini diperkirakan
mulai dipraktekkan pada masa pemerintahan raja Asawarman, dikarenakan pada saat
raja Kudungga, beliau masih mempertahankan budaya lokal dengan sangat kuat.
Pemimpin upacara pemberkatan ini langsung oleh para kaum Brahmana dari India.
Akan tetapi, pada masa
pemerintahan raja Mulawarman, kuat sekali kemungkinan pemimpin upacara
pemberkatan ini ialah kaum Brahmana yang merupakan orang Indonesia asli. Adanya
kaum Brahmana yang berasal dari Indonesia asli menandakan bahwa masyarakat kerajaan
Kutai sudah mampu menguasai bahasa Sansakerta yang merupakan bahasa keagamaan
agama Hindu.
RUNTUHNYA
KERAJAAN KUTAI
Kerajaan Kutai
Martadipura berakhir setelah kematian raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma
Setia tewas dalam peperangan dengan kerajaan Kutai Kartanegara di bawah
pimpinan raja Aji Pangeran Anum panji Mendapa. Perlu digarisbawahi adalah,
kerajaan Kutai Martadipura tidaklah sama dengan kerajaan Kutai Kertanegara.
Kerajaan Kutai Kertanegara merupakan kerajaan yang ibu kotanya berada di Kutai
Lama (Tanjung Kute). Kerajaan Kutai Kertanegara inilah yang dalam sastra jawa
pada tahun 1365, disebut dengan Negarakertagama. Kerajaan Kutai Martadipura
sampai akhirnya tetap menjadi kerajaan bercorak Hindu, sedangkan kerajaan Kutai
Kertanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut dengan Kesultanan
Kutai Kertanegara.
2. Kerajaan Tarumanegara
sumber : https://image.slidesharecdn.com/tugassejarah-141125192548-conversion-gate01/95/kerajaan-tarumanegarasejarah-indonesia-7-638.jpg?cb=1416943642
Sejarah
Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara
atau Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah pulau Jawa
bagian barat pada abad ke-4 hingga abad ke-7 m, yang merupakan salah satu
kerajaan tertua di nusantara yang diketahui. Dalam catatan, kerajaan
Tarumanegara adalah kerajaan hindu beraliran wisnu. Kerajaan Tarumanegara
didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian
digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan
di tepi kali gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja
Purnawarman adalah raja Kerajaan Tarumanegara yang ketiga (395-434 m). Ia
membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke
pantai. Kota itu diberi nama Sundapura pertama kalinya nama Sunda digunakan.
Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga
sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan
selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana.
Prasasti Pasir Muara
yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada raja Sunda itu
dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Kerajaan
Tarumanegara adalah Suryawarman (535 - 561 M) raja Kerajaan Tarumanegara ke-7.
Dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak
penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya
sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Kerajaan Tarumanegara. Ditinjau dari
segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik
ayahnya.
Kehadiran prasasti
Purnawarman di pasir muara, yang memberitakan raja Sunda dalam tahun 536 M,
merupakan gejala bahwa ibukota sundapura telah berubah status menjadi sebuah
kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara
telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan
rajatapura atau salakanagara (kota perak), yang disebut argyre oleh ptolemeus
dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan
raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Ketika pusat pemerintahan
beralih dari rajatapura ke Tarumanegara, maka salakanagara berubah status
menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah
menantu raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang maharesi dari salankayana di
India yang mengungsi ke nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan
maharaja samudragupta dari kerajaan magada.
Suryawarman tidak hanya
melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak
kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga
mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M Manikmaya, menantu
Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung
dan Limbangan, Garut. Putera tokoh manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di
ibukota tarumangara dan kemudian menjadi panglima angkatan perang Kerajaan
Tarumanegara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih Berkembang Ketika Cicit
Manikmaya Mendirikan Kerajaan Galuh Dalam Tahun 612 M.
Bukti keberadaan
Kerajaan Taruma diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam maupun
luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa tujuh buah prasasti batu yang
ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari
prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam
Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi).
Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara. Sedangkan
sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Tiongkok antara lain:
Berita Fa-Hsien, tahun
414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti
hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah
orang-orang yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme. Berita Dinasti
Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To- lo-mo yang
terletak di sebelah selatan. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun
666 dan 669 telah datang utusaan dari To-lo-mo.
Berdasarkan tiga berita
di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis
penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara. Maka berdasarkan
sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa
aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara. Kerajaan Tarumanegara
diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati
tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman.
Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hampir seluruh
Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
KEHIDUPAN
DI KERAJAAN TARUMANEGARA
1. Kehidupan Politik
Raja Purnawarman adalah raja besar
yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari
prasasti Tugu yang menyatakan raja Purnawarman telah memerintah untuk menggali
sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena pembuatan
kali ini merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan
sawah-sawah pertanian rakyat.
2. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial Kerajaan
Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja Purnawarman
yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Raja
Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap
penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan
sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.
3. Kehidupan Ekonomi
Prasasti tugu menyatakan bahwa raja
Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membangun saluran air di Sungai
Gomati sepanjang 6122 tombak atau sekitar 12 km. Pembangunan terusan ini
mempunyai arti ekonomis yang besar bagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan
sebagai sarana untuk mencegah banjir disaat musim penghujan. Selain itu juga
digunakan sebagai irigasi pertanian serta sarana lalu-lintas pelayaran
perdagangan antardaerah di Kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar dan
daerah-daerah di sekitarnya.
4. Kehidupan Budaya
Dilihat dari teknik dan cara
penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti
kebesaran Kerajaan Tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan
masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya,
keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya
kebudayaan tulis menulis di kerajaan Tarumanegara.
RAJA-RAJA DI KERAJAAN TARUMANEGARA
NO RAJA MASA
PEMERINTAHAN
1 Jayasingawarman 358-382
2 Dharmayawarman 382-395
3 Purnawarman 395-434
4 Wisnuwarman 434-455
5 Indrawarman 455-515
6 Candrawarman 515-535
7 Suryawarman 535-561
8 Kertawarman 561-628
9 Sudhawarman 628-639
10 Hariwangsawarman 639-640
11 Nagajayawarman 640-666
12 Linggawarman 666-669
MASA KEJAYAAN KERAJAAN TARUMANEGARA
Kerajaan Tarumanegara
mencapai masa kejayaan saat di perintah oleh Raja Purnawarman (Raja ke-3
Kerajaan Tarumanegara). Di masa pemerintahan Raja Purnawarman, luas wilayah
Kerajaan Tarumanagara hampir setara dengan luas Jawa Barat saat ini. Raja
purnawarman adalah raja besar, hal ini dapat diketahui dari Prasasti Ciaruteun
yang isinya, "Ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu ialah
kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani
di dunia".
Pada masa kejayaannya
ini, Tarumanegara mengalami perkembangan pesat. Selain dengan memperluas
wilayah kerajaan melalui ekspansi ke kerajaan-kerajaan kecil di sekitar
kekuasaannya, Raja Purnawarman juga membangun berbagai infrastruktur yang
mendukung perekonomian kerajaan. Adapun salah satunya adalah sungai Gomati dan
Candrabaga. Kedua sungai ini selain untuk mencegah terjadinya banjir saat musim
hujan, juga berperan penting dalam pengairan lahan pertanian sawah yang dulu
menjadi salah satu penggerak kehidupan ekonomi masyarakat Kerajaan
Tarumanegara. Masa kepemimpinan Raja Purnawarman dianggap sebagai masa kejayaan
Kerajaan Tarumanegara selain itu juga karena kemampuan kerajaan yang mampu
berkurban 1000 ekor sapi saat pembangunan ke dua sungai itu.
RUNTUHNYA
KERAJAAN TARUMANEGARA
Runtuhnya kerajaan
Tarumanegara tidak diketahui secara lengkap, karena prasasti yang ditemukan
sebagian hanya menyampaikan berita saat pemerintahan raja Purnawarman dan
sisanya belum dapat ditafsirkan secara lengkap.
Tarumanagara sendiri
hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669 M,
Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa.
Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih
menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi
isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis,
tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya,
yaitu Tarusbawa. Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada
Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke
kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan
Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak
sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah
Tarumanagara.
3. Kerajaan Kediri
sumber : http://slideplayer.info/slide/2015400/7/images/15/PETA+KEKUASAAN+KERAJAAN+KEDIRI.jpg
Sejarah
Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri
merupakan salah satu kerajaan Hindu yang pusatnya berada di tepi Sungai
Brantas, Jawa Timur. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-12 dan merupakan bagian
dari Kerajaan Mataram Kuno. Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan putusan
Raja Airlangga selaku pemimpin dari Kerajaan Mataram Kuno yang terakhir. Dia
membagi kerajaan menjadi dua bagian, yaitu menjadi Kerajaan Jenggala atau
Kahuripan dan Panjalu atau Kediri.
Hal ini bermula pada
tahun 1042. Kedua putra Raja Airlangga memperebutkan tahta kerajaan Mataram
Kuno. Sehingga dengan terpaksa Raja Airlangga membelah kerajaan menjadi dua
bagian. Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada
Sri Samarawijaya dan Kerajaan Jenggala
diberikan kepada Mapanji Garasakan.
Awal
Berdirinya Kerajaan Kediri
Sebagaimana termaktub
dalam Prasasti Meaenga disebutkan Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja
Mapanji Garasakan diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya, Kerajaan
Panjalu Kediri berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga. Kedua kerajaan ini
dipisahkan dengan dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya agar tidak
ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan
wilayah Delta Sungai Brantas.
Secara terperinci,
wilayah Kerajaan Jenggala bermula dari pelabuhan Surabaya, Rembang, dan
Pasuruhan, dan Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu atau Kediri
meliputi wilayah Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha.
Para
Penguasa Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri yang
termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya sampai masa keruntuhan
kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah kerajaan ini yang
sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan adalah Prabu Jayabaya,
yang sangat terkenal hingga saat ini.
Adapun 8 raja Kediri tersebut
urutannya sebagai berikut :
1. Sri Jayawarsa
Sejarah tentang raja
Sri Jayawarsa ini hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M).
Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat desa
sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada raja. Dari prasasti
itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap
masyarakat dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
2. Sri Bameswara
Raja Bameswara banyak meninggalkan
prasasti seperti yang ditemukan di daerah Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti
seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah keagamaan,
sehingga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.
3. Prabu Jayabaya
Kerajaan Kediri mengalami masa
keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinan Prabu
Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kerajaan yang
beribu kota di Dahono Puro, bawah kaki
Gunung Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh
menghijau. Hasil pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di tengah kota
membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam
ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi.
Hasil bumi itu kemudian
diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri
sungai. Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga Kerajaan Kediri benar-benar
dapat disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta
Raharja”. Prabu Jayabaya memerintah antara tahun 1130 sampai 1157 Masehi.
Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan
pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke
depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa.
Jika rakyat kecil hingga saat ini
ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakan
beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap rakyat.
4. Sri Sarwaswera
Sejarah tentang raja ini didasarkan
pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161). Sebagai raja
yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera memegang teguh prinsip “tat
wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk
adalah engkau”.
Menurut Prabu Sri Sarwaswera,
tujuan hidup manusia yang terakhir adalah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma
dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju arah kesatuan,
sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
5. Sri Aryeswara
Berdasarkan prasasti Angin (1171),
Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar
abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara
Arijamuka.
Tidak diketahui dengan pasti kapan
Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23
Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat itu Ganesha. Tidak diketahui pula
kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri selanjutnya berdasarkan prasasti
Jaring adalah Sri Gandra.
6. Sri Gandra
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra
(1181 M) dapat diketahui dari prasasti Jaring, yaitu tentang penggunaan nama
hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama
tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.
7. Sri Kameswara
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra
dapat diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa
pemerintahannya dari tahun 1182 sampai 1185 Masehi, seni sastra mengalami
perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu Dharmaja mengarang kitab
Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga dikeal cerita-cerita panji
seperti cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
Berdasarkan prasasti Galunggung
(1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon
(1205), Nagarakretagama, dan Pararaton, pemerintahan Sri Kertajaya berlangsung
pada tahun 1190 hingga 1222 Masehi. Raja Kertajaya juga dikenal dengan sebutan
“Dandang Gendis”. Selama masa pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal
ini disebabkan Kertajaya ingin mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
Keadaan ini ditentang
oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri waktu itu
semakin tidak aman. Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel
yang saat itu diperintah oleh Ken Arok. Mengetahui hal ini Raja Kertajaya
kemudian mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu Ken Arok
dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua
pasukan itu bertemu di dekat Ganter (1222 M).
Masa
Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri
mencapai puncak kejayaan di masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah
kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir
ke seluruh daerah Pulau Jawa. Bahkan, pengaruh Kerajaan Kediri di masa Raja
Jayabaya juga sampai ke daerah Sumatera yang saat itu dikuasai oleh Kerajaan
Sriwijaya. Hal ini tercatat dalam catatan dari kronik artefak Cina bernama Chou
Ku-fei pada tahun 1178 M. dikisahkan bahwa ada negeri paling kaya di masa
kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Raja Sri Jayabaya.
Bukan hanya daerah
kekuasaannya saja yang besar. Seni sastra di masa itu pun cukup mendapat
perhatian dari seantero negeri. Dengan demikian, Kerajaan Kediri di masa itu
semakin disegani.
Runtuhnya
Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri runtuh
pada masa pemerintahan Raja Kertajaya. Hal ini bermula saat terjadi pertentangan
antara raja dengan Kaum Brahmana. Raja Kertajaya dianggap melanggar aturan
agama dengan memaksa mereka menyembah kepadanya sebagai dewa. Kaum Brahmana
kemudian meminta pertolongan kepada Ken Arok, yang saat itu menjadi pemimpin di
kadipaten Tumapel. Karena Ken Arok juga memiliki kepentingan untuk melepaskan
diri dari Kediri, maka peperangan pun tidak dapat dielakkan.
Akhirnya pada tahun
1222 Masehi, Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya dan Kerajaan Kediri
menjadi wilayah bawahan Tumapel yang kemudian beralih nama menjadi Kerajaan
Singhasari. Sebagai pemimpin di Kerajaan Singhasari, Ken Arok lalu mengangkat
Jayasabha, putra mendiang Kertajaya
sebagai bupati Kediri. Jayasabha digantikan oleh putranya Sastrajaya pada tahun
1258. Dan selanjutnya Sastrajaya digantikan putranya Jayakatwang.
Di masa Jayakatwang,
Kediri kemudian berusaha membangun kembali Kerajaannya dengan memberontak
Kerajaan Singhasari yang saat itu dipimpin oleh Kertanegara. Terbunuhlah Raja
Kertanegara dan Kediri berhasil dibangun
kembali oleh Jayakatwang. Namun, kerajaan Kediri tidak berdiri lama,
Menantu dari Raja Kertanegara bernama Raden Wijaya berhasil meruntuhkan kembali
Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Jayakatwang. Setelah itu, tidak ada lagi
Kerajaan Kediri untuk selamanya.
4. Kerajaan Singasari
sumber : https://image.slidesharecdn.com/kerajaansingasari-141110221057-conversion-gate02/95/kerajaan-singasari-3-638.jpg?cb=1415657603
Sejarah
Kerajaan singasari
Pendiri Kerajaan
Singasari adalah Ken Arok. Asal usul Ken Arok tidak jelas. Menurut kitab
Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang wanita tani dari Desa Pangkur (sebelah
timur Gunung Kawi). Para ahli sejarah menduga ayah Ken Arok seorang pejabat
kerajaan, mengingat wawasan berpikir, ambisi, dan strateginya cukup tinggi. Hal
itu jarang dimiliki oleh seorang petani biasa. Pada mulanya Ken Arok hanya
merupakan seorang abdi dari Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung. Ken Arok
setelah mengabdi di Tumapel ingin menduduki jabatan akuwu dan sekaligus
memperistri Ken Dedes (istri Tunggul Ametung). Dengan menggunakan tipu muslihat
yang jitu, Ken Arok dapat membunuh Tunggul Ametung. Setelah itu, Ken Arok
mengangkat dirinya menjadi akuwu di Tumapel dan memperistri Ken Dedes yang saat
itu telah mengandung. Ken Arok kemudian mengumumkan bahwa dia adalah penjelmaan
Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Hal itu dimaksudkan agar Ken Arok dapat diterima
secara sah oleh rakyat sebagai seorang pemimpin.
Tumapel pada waktu itu
menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Kediri yang diperintah oleh Raja Kertajaya
atau Dandang Gendis. Ken Arok ingin memberontak, tetapi menunggu saat yang
tepat. Pada tahun 1222 datanglah beberapa pendeta dari Kediri untuk meminta perlindungan
kepada Ken Arok karena tindakan yang sewenang-wenang dari Raja Kertajaya. Ken
Arok menerima dengan senang hati dan mulailah menyusun barisan, menggembleng
para prajurit, dan melakukan propaganda kepada rakyatnya untuk memberontak
Kerajaan Kediri.
Setelah segala
sesuatunya siap, berangkatlah sejumlah besar prajurit Tumapel menuju Kediri. Di
daerah Ganter terjadilah peperangan dahsyat. Semua prajurit Kediri beserta
rajanya dapat dibinasakan. Ken Arok disambut dengan gegap gempita oleh rakyat
Tumapel dan Kediri. Selanjutnya, Ken Arok dinobatkan menjadi raja. Seluruh
wilayah bekas Kerajaan Kediri disatukan dengan Tumapel yang kemudian disebut
Kerajaan Singasari. Pusat kerajaan dipindahkan ke bagian timur, di sebelah
Gunung Arjuna.
KEHIDUPAN
POLITIK
Kehidupan politik pada masa
Kerajaan Singasari dapat kita lihat dari raja-raja yang pernah memimipinya.
Berikut ini adalah raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Singasari.
1. Ken Arok (1222–1227).
Pendiri Kerajaan Singasari ialah
Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang
Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai
munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra
(Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada
tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken
Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa– Buddha.
2. Anusapati (1227–1248).
Dengan meninggalnya Ken Arok maka
takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu
pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan
pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken
Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken
Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga
diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa ( tempat kediamanan Tohjoyo) untuk
mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya,
secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan
langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang
didharmakan di Candi Kidal.
3) Tohjoyo (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka
takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah
Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni
berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para
pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki
singgasana.
4) Ranggawuni (1248–1268)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan
Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa
Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu
angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa
ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana
mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda)
dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada
tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi
Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5) Kertanegara (1268–-1292).
Kertanegara adalah Raja Singasari
terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh
Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri
Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri,
yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk
dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang
kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani.
Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.
Setelah Jawa dapat
diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara
mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275
yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan mengirimkan
patung Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara. Tujuannya untuk
menguasai Selat Malaka. Selain itu juga menaklukkan Pahang, Sunda, Bali,
Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin
hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasan
kekuasaan Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kublai Khan menuntut rajaraja di
daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara
menolak dengan melukai utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini
membuat Kublai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirikan
pasukannya ke Jawa.
Mengetahui sebagian
besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol, maka
Jayakatwang menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Jayakatwang adalah
keturunan Kertajaya - Raja terakhir Kerajaan Kediri. Serangan dilancarakan oleh Jayakatwang dari
dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah
selatan merupakan pasukan inti. Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin
langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera
berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanagera beserta pembesarpembesar
istana tewas dalam serangan tersebut. Raden Wijaya (menantu Kertanegara)
berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan
dan bantuan kepada Aria Wiraraja (Buapati Sumenep). Atas bantuan Aria Wiraraja,
Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang serta
diberikan sebidang tanah yang bernama Tanah Terik yang nantinya menjadi asal
usul Kerajaan Majapahit.
Dengan gugurnya
Kertanegara pada tahun 1292, Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini
berarti berakhirlah kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang
dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Buddha (Bairawa) di
Candi Singasari. Sedangkan arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog,
yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.
KEHIDUPAN
EKONOMI
Tidak banyak sumber
prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat memberi keterangan secara
jelas kehidupan perekonomian rakyat Singasari. Akan tetapi, berdasarkan
analisis bahwa pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Brantas
dapat diduga bahwa rakyat Singasari banyak menggantungkan kehidupan pada sektor
pertanian. Keadaan itu juga didukung oleh hasil bumi yang melimpah sehingga
menyebabkan Raja Kertanegara memperluas wilayah terutama tempat-tempat yang
strategis untuk lalu lintas perdagangan.
Keberadaan Sungai
Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu lintas perdagangan dari
wilayah pedalaman dengan dunia luar. Dengan demikian, perdagangan juga menjadi
andalan bagi pengembangan perekonomian Kerajaan Singasari.
KEHIDUPAN
SOSIAL BUDAYA
Peninggalan kebudayaan
Kerajaan Singasari, antara lain berupa prasasti, candi, dan patung. Candi
peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi
Singasari. Adapun patung-patung yang berhasil ditemukan sebagai hasil
kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai Dewi
Prajnaparamita lambang dewi kesuburan dan Patung Kertanegara sebagai
Amoghapasa.
Rakyat Singasari
mengalami pasang surut kehidupan sejak zaman Ken Arok sampai masa pemerintahan
Wisnuwardhana. Pada masa-masa pemerintahan Ken Arok, kehidupan sosial
masyarakat sangat terjamin. Kemakmuran dan keteraturan kehidupan sosial
masyarakat Singasari kemungkinan yang menyebabkan para brahmana meminta
perlindungan kepada Ken Arok ataskekejaman rajanya.
Akan tetapi, pada masa
pemerintahan Anusapati kehidupan masyarakat mulai terabaikan. Hal itu
disebabkan raja sangat gemar menyabung ayam hingga melupakan pembangunan
kerajaan. Keadaan rakyat Singasari mulai berangsur-angsur membaik setelah
Wisnuwardhana naik takhta Singasari. Kemakmuran makin dapat dirasakan rakyat
Singasari setelah Kertanegara menjadi raja. Pada masa pemerintahan Kertanegara,
kerajaan dibangun dengan baik. Dengan demikian, rakyat dapat hidup aman dan
sejahtera.
Dengan kerja keras dan
usaha yang tidak henti-henti, cita-cita Kertanegara ingin menyatukan seluruh
wilayah Nusantara di bawah naungan Singasari tercapai juga walaupun belum
sempurna. Daerah kekuasaannya, meliputi Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara,
Melayu, Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
MASA
KEJAYAAN KERAJAAN SINGASARI
Puncak kejayaan
Kerajaan Singasari terjadi pada masa pemerintahan Sri Maharajadiraja Sri
Kertanegara. Kertanegara berhasil melakukan konsolidasi dengan jalan
menempatkan pejabat yang memiliki kemampuan sesuai dengan bidang tugasnya. Raja
tidak segan-segan untuk mengganti pejabat yang dipandang kurang berkualitas.
Selain itu, raja juga melakukan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan besar,
salah satunya dengan Kerajaan Campa. Berkat politik pemerintahan yang
dijalankan Kertanegara, Singasari berkembang menjadi salah satu kerajaan
terkuat di Nusantara, baik dl bidang perdagangan maupun militer.
RUNTUHNYA
KERAJAAN SINGASARI
Kerajaan Singasari
mengalami keruntuhan oleh dua sebab utama, yaitu tekanan luar negeri dan
pemberontakan dalam negeri. Tekanan asing datang dari Khubilai Khan dan Dinasti
Yuan di Cina. Khubilai Khan menghendaki Singasari untuk menjadi taklukan Cina.
Sebagai orang yang mengambil gelar sebagai maharajadiraja, tentu Kertanegara
menolaknya. Penolakan itu disampaikan dengan cara menghina utusan Khubilai Khan
yang bernama Meng-chi. Sejak itu konsentrasi Kertanegara terfokus pada usaha
memperkuat pertahanan lautnya. Di tengah usaha menghadapi serangan dari
Kekaisaran Mongol, tiba-tiba penguasa daerah Kediri yang bernama Jayakatwang
melakukan pemberontakan. Kediri sebagai wilayah kekuasaan terakhir Wangsa
Isana, memang berpotensi untuk melakukan pemberontakan. Sebetulnya Kertanegara
telah memperhitungkannya, sehingga mengambil menantu Ardharaja, anak
Jayakatwang. Akan tetapi langkah Kertanegara ternyata tidak efektif. Pada tahun
1292 Jayakatwang menyerbu ibukota dan berhasil membunuh Kertanegara serta
menguasai istana sehingga runtuhlan Kerajaan Singasari.
5. Kerajaan Majapahit
Sejarah
Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit
adalah kerajaan Hindu di Jawa Timur. Kerajaan ini termasuk kerajaan kuno di
Indonesia yang berdiri pada tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan Majapahit
didirikan oleh Raden Wijaya (1293 M). Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya
pada abad ke-14 yaitu pada masa kekuasaan Hayam Wuruk (1350-1389 M) yang
didampingi oleh Patih Gadjah Mada (1331-1364 M). Kerajaan Majapahit adalah
kerajaan Hindu terakhir di Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu
dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Majapahit menguasai
kerajaan-kerajaan lainnya di Semenanjung Malaya, Borneo, Sumatera, Bali, dan
Filipina. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan untuk membuktikan
keberadaan Majapahit adalah Pararaton (“Kitab Raja-Raja”) dalam bahasa Kawi dan
Nagarakertagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton banyak menceritakan Ken Arok
(pendiri Kerajaan Singasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai
terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa
Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam
Wuruk. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun
catatan sejarah dari negeri Tiongkok dan negara-negara lain.
Asal Mula Berdirinya Majapahit
Asal
mula Kerajaan Majapahit diceritakan bahwa sesudah Singasari mengusir
Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290, Singasari menjadi
kerajaan paling kuat di wilayah tersebut. Hal ini menjadi perhatian Kubilai
Khan, seorang penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia
mengirim utusan bernama Meng Chi ke Singasari yang menuntut
upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singasari yang terakhir,
menolak untuk membayar upeti dan merusak wajah utusan tersebut serta memotong
telinganya. Kublai Khan pun marah lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa
pada tahun 1293 M. Ketika itu, Jayakatwang, Adipati Kediri, membunuh
Kertanagara. Atas saran dan Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan
pengampunan kepada Raden Wijaya,menantu Kertanegara, yang datang
menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi Hutan Tarik. Ia membuka hutan
itu dan membangun desa baru yang diberi nama Majapahit. Nama
itu diambil dan “buah maja” dan “rasa pahit”dan
buah tersebut. Ketika pasukan Mongolia tiba, Raden Wijaya bersekutu dengan pasukan
Mongolia untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang
sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka untuk menanik pulang pasukannya karena
mereka berada di wilayah asing. Tanggal kelahiran kerajaan Majapahit pada
tanggal 10 November 1293 adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja. Ia
dinobatkan dengan nama resmiKertarajasa Jayawardhana.
Masa
Awal Kerajaan Majapahit
Kerajaan ini menghadapi
banyak masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe,
Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meski pemberontakan tersebut tidak
berhasil. Namun ternyata Mahapatih Halayudha-lah yang melakukan konspirasi
(persekongkolan) untuk menjatuhkan semua orang terpercaya raja. Hal itu ia
lakukan agar dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemenintahan. Namun, setelah
kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha dltangkap dan dipenjara, lalu
dihukum mati. Raden Wijaya meninggal pada tahun 1309 M. Anak dan penerus Raden
Wijaya, Jayanegara adalah penguasa yang jahat dan tidak bermoral. Ia memiliki
nama kecil Kala Gemet, yang berarti “penjahat lemah”, Tahun 1328 M. Jayanegara
dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya
menggantikannya, tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dan istana dan
menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana
Wijayatunggadewi untuk menjadi Ratu Majapahit. Selama kekuasaan Tnibhuwana,
Kerajaan Majapahit berkembang menjadi Iebih besar dan terkenal. Tribhuwana
menguasai Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350 M. Kepemimpinannya
pun dilanjutkan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Masa
Keemasan Kerajaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga
disebut sebagai Rajasanagara. Ia memerintah Majapahit dan tahun 1350-1389 M.
Majapahit mencapal puncak kejayaannya dengan bantuan Mahapatihnya, Gadjah Mada.
Di bawah perintah Gadjah Mada (1313-1364 M), Majapahit menguasai Iebih banyak
wilayah. Pada tahun 1377 M, beberapa tahun setelah kematian Gadjah Mada,
Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang, menyebabkan runtuhnya
sisa-sisa kerajaan Sriwijaya. Selain Gadjah Mada, Majapahit juga memiliki
jendral yang juga terkenal bernama Adityawarman. Ia terkenal karena
penaklukkannya di Minangkabau. Menurut Kakawin Nagarakertagama Pupuh Xlll-XV,
daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Borneo,
Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian Kepulauan
Filipina. Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah
kekuasaan tersebut tidak berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi
terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang berupa monopoli oleh raja.
Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian
selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Keruntuhan
Kerajaan Majapahit
Kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah ketika terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada
tahun 1405-1406 M, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Terjadi pula
pergantian raja yang diperdebatkan pada tahun 1450-an dan pemberontakan besar
oleh seorang bangsawan pada 1468 M. Kerajaan Majapahit berakhir pada tahun 1400
Saka atau 1478 M. Hal ini tampak pada candrasengkala (penanda tahun) yang
berbunyi “sirna ilang kertaning bumi” yang berarti “sirna hilanglah kemakmuran
bumi”. Pada tahun tersebut digambarkan gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11
Majapahit, oleh Girindrawardhana. Kemunduran Kerajaan Majapahit terjadi pada
akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15. Pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara
mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan Islam berdiri yaitu
Kesultanan Malaka, mulai muncul dibagian barat Nusantara. Catatan sejarah dari
Tiongkok, Portugis, dan Italia menjelaskan bahwa telah terjadi perpindahan
kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa
dan Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Komentar
Posting Komentar