Makalah Perbaikan
AJARAN HINDU DHARMA TENTANG HUBUNGAN ALAM DAN MANUSIA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama Hindu Budha di Indonesia
Dosen Pembimbing:
Siti Nadroh, MA
Kelompok 6:
Immamudin Akbar 11150321000016
Nadya Alisha Farha 11150321000038
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH
JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang sangat unik di
mata dunia karena Indonesia memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
Negara lain, salah satunya adalah keadaan masyarakatnya yang memiliki toleransi
tinggi terhadap umat beragama. Salah satu toleransi bangsa Indonesia dapat dilihat dari banyak rukunnya bangsa Indonesia terhadap orang-orang
yang memiliki perbedaan dalam menganut kepercayaan lain dalam satu lingkup. Pada pembahasan ini dibatasi topiknya hanya pada agama Hindu. Dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah agama Hindu Buddha Di Indonesia dan untuk menambah wawasan dalam mengenal kebudayaan suku-suku di
Indonesia terutama Agama Hindu
Budha.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana manusia menurut agama hindu ?
2. Bagaimana teori penciptaan manusia ?
3. Bagaimana teori terciptanya alam ?
4. Bagaimana hubungan alam dengan manusia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian manusia menurut ajaran agama hindu.
2. Untuk mengetahui teori penciptaan manusia.
3. Untuk mengetahui teori terciptanya alam.
4. Untuk mengetahui hubungan alam dan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manusia Menurut Agama Hindu
Menurut ajaran agama Hindu, manusia pertama disebut dengan nama:
MANU[1],
atau selengkapnya SWAYABHU-MANU, tetapi ini bukan nama perseorangan. Sebab
dalam bahasa sansekerta, Swayambhu berarti: yang menjadikan diri sendiri. Suku
kata “swayam” berarti diri sendiri, dan suku kata “bhu” berarti: menjadi, dan
kata “manu” berarti “mahluk berfikir yang menjadikan dirinya sendiri”, yakni
MANUSIA PERTAMA. Istilah manu sekarang menjadi kata manusia. Menurut ajaran
Hinduisme, semua manusia adalah keturunan Manu.
B.
Penciptaan Manusia
Penciptaan dalam agama Hindu
dijelaskan dalam Prasna Upanishad sebagai berikut: "Pada awalnya Sang
Pencipta (Tuhan) merindukan kegembiraan dari proses penciptaan. Dia lalu
melakukan meditasi. Lahirlah Rayi, jat atau materi dan Prana, roh kehidupan,
lalu Tuhan berkata: "kedua hal ini akan melahirkan kehidupan bagiku".
Demikianlah mahluk hidup diciptakan, melalui suatu perkembangan perlahan dari
dua unsur yang mula-mula diciptakan Tuhan sehingga mencapai bentuk-bentuknya
sekarang.[2]
Mengenai terjadinya manusia
diajarkan demikian: Sari pancamahabhuta, yaitu sari ether, hawa, api, air, dan
bumi bersatu menjadi sadrasa (enam rasa), yaitu: rasa manis, pahit, asam, asin,
pedas, dan sepat. Kemudian unsur-unsur ini bercampur dengan unsur-unsur yang
lain, yaitu cita, budhi, ahangkara, dasendrya, pancatanmatra, dan
pancamahabhuta. Pencampuran ini menghasilkan dua unsur benih kehidupan, yaitu
mani wanita (swanita) dan mani laki-laki (sukla). Kedua unsur benih kehidupan
itu bertemu. Pertemuannya terjadi seperti halnya dengan pertemuan purusa dan
prakrti, serta melahirkan manusia. Oleh karena itu maka sama halnya dengan alam
semesta, manusia juga terdiri dari unsur-unsur cita, budhi, dan ahangkara, yang
membentuk watak budi manusia, dilengkapi dengan dasendrya dan pancatanmatra
serta pancamahabhuta atau anasir-anasir kasar, yang bersama-sama membentuk
tubuh manusia.
Cita, Bhudi dan Ahangkara membentuk
watak budi seseorang . dasendria membentuk indrianya. Pancatanmatra dan
pancamahabhuta membentuk badan manusia/mahluk. Jika pancamahabhuta di alam
besar (Macrocosmos) antara lain membentu Triloka, yakni: 1). Bhur-loka/alam
dunia bumi, 2). Bhuwah-loka/alam dunia angkasa udara dan 3). Swah-loka/ alam
sorga, maka di alam kecil (microcosmos) atau tubuh manusia/mahluk terbentuklah tiga lapis badan (Trisarira),
yakni: 1) Badan kasar (Sthula Sarira), 2) Badan Halus (Sukma-Sarira), dan 3)
Badan penyebab (Karana Sarira). Kedua alam tersebut yakni alam-semesta (Bhuwana
agung/Macrocosmos) dan alam badan mahluk (Bhuwana Alit/Microcosmos) mempunyai
sifat-sifat keadaan yang bersamaan. Segala
yang kental, padat dan keras pada alam maupun badan mahluk disebabkan oleh zat
padat (Prthiwi). Segala
sesuatu yang besifat cair di alam dunia maupun di alam mahluk disebabkan oleh
unsur zat cair (Apah). Segala
sesuatu yang bercahaya panas, baik di Bhuwana Agung maupun di Bhuwana Alit
disebabkan oleh unsur cahaya panas/api (Teja). Yang bersifat angin, hawa dan gas pada alam dunia serta nafas pada
badan mahluk/manusia disebabkan oleh unsur gas (Bayu). Adapun unsur kekosongan/kehampaan
(Vacuum) yang ada pada alam dunia dan badan mahluk/manusia disebabakan oleh
unsur ether (Akasa).
Dalam diri manusia ada beberpa hal penting
selain unsur-unsurnya yang disebutkan di atas yang harus kita
ketahui, sebagai :
a.
Jiwa dan Raga
Pasangan dua kata di atas sering kita temukan
dalam lagu-lagu kebangsaan kita. bangunlah badannya, bangunlah jiwanya. Padamu
negeri, kupersembahkan jiwa dan ragaku. Dalam percakapan sehari-hari kita
mengatakan "badanku terasa ngilu dan sakit". kalau kita dikhianati
oleh seseorang kita mengatakan "hatiku sakit sekali". Aku hidup dalam
kelimpahan harta, tapi jiwaku gersang", demikian mungkin yang dikatakan
seseorang yang secara materi berlebihan namun miskin secara spiritual.Jiwa dan
raga itu merupakan satu kesatuan. Tanpa Jiwa tidak dapat melakukan
aktivitasnya.
b.
Dari mana datangnya Badan
Badan datang dari orang tua kita, Percampuran
sperma dan ovum dari bapak dan Ibu kita membentuk badan dalam rahim ibu.
c.
Dari mana datangnya Jiwa
Menurut agama Hindu, jiwa kita sudah ada
sebelumnya dan ia masuk ke tubuh bayi dengan membawa "karma wasana"
atau hasil-hasil perbuatan dalam hidupnya sebelumnya.
d.
Tubuh yang tak kekal
Badan merupakan bagian yang tidak kekal dari
manusia. Karena ia berubah. Dari setetes cairan ia tumbuh menjadi janin, lahir
sebagai bayi berkembang menjadi manusia dewasa. Badan yang tegap ketika remaja
berubah menjadi bungkuk ketika tua. Kulit yang halus dan kencang ketika remaja,
berubah menjadi kisut dan layu ketika
tua. Ketika sudah mati badan hancur. badan disebut stula sarira.
e.
Jiwa yang kekal
Jiwa merupakan bagian yang kekal dari manusia. Ia tak pernah berubah. Ia
tidak mati ketika badan mati. Ia tidak terluka oleh senjata, tidak terbakar
oleh api. Ia ada selamanya Jiwa disebut
sukma sarira.
C.
Penciptaan Alam
Alam ini dipandang oleh Hinduisme diciptakan
oleh dewa Brahma berkali-kali, setelah berkali-kali mengalami kehancuran akibat
kekuatan penghancur dari Siwa Mahakala. Dalam tiap-tiap penciptaan terdapat
zaman-zaman yang mengandung 4 tingkatan (periode), yaitu:
1. Kreta
Yoga, adalah zaman terdapatnya kebahagiaan abadi.
2. Dvapara
Yoga, adalah zaman mulai timbulnya dosa/noda-noda.
3. Treta
Yoga, adalah zaman yang penuh sengsara dan merajalelanya dosa-dosa.
4. Kali
Yoga, adalah zaman yang penuh dengan kejahatan yang banyak menimpa umat
manusia.
Akhirnya sebagai periode penutup, maka
timbullah masa Pralaya yaitu kehancuran total dari pada alam. Tetapi sesudah
itu dewa Brahma menciptakan lagi dunia baru yang dimulai pada Malam Brahma yang
digambarkan sebagai malam gelap gulita.[3]
Seluruh alam semesta ini tersusun dari tujuh
lapisan, yang makin tinggi makin halus, sesuai dengan susunan anasir yang
menguasainya, yaitu: Bhurloka, Bhuahloka, Swahloka, Mahaloka, Janaloka,
Tapoloka, dan Salvaloka. Bhurloka atau Manusialoka adalah bumi tempat kita
hidup, terdiri dari campuran kelima anasir kasar tersebut dengan zat padat dan
zat cair sebagai bagian yang terbanyak. Bhuahloka adalah alam roh, disebut juga
Pitraloka, dengan zat cair dan zat sinar cahaya sebagai bagian yang terpokok.
Swahloka, disebut juga Dewaloka atau Sorga, karena dihuni oleh para dewayang
bersinar. Alam ini terdiri dari sinar dan hawa sebagai bagian yang terpokok.
Demikianlah terjadinya bhuwana agung atau makrokosmos.[4]
Menurut pandangan agama Hindu terhadap alam
semesta serta mahluk/manusia ciptaan Maha pencipta Sang Hyang Widhi ini, perlu
di sadari bahwa sebelum Hyang Widhi mencipta, sebenarnya tiada terdapat suatu
apapun di alam semesta ini. Pustaka Upanisada (Brihad-aranyaka dan
Chandogya-Upanisada) mengatakan: “idamwa egra naiwa kincid asit, sad ewa
saumnya idam agra asit Ekam Ewa Adwitya.” Artinya “sebelum sebelum diciptakan alam
ini tidak ada apa-apa. Sebelum alam diciptakan hanya Hyang Widhi yang ada. Maha
Esa dan tidak ada duanya”. Ciptaan Hyang Widhi adalah merupakan
pancaran ke-Maha-Kuasaan-Nya (Wibhuti) Hyang Widhi Wasa sendiri. Wibhuti ini
terpancar melalui TAPA. Tapa adalah pemusatan tenaga fikiran yang terkeram
hingga menimbulkan panas yang memancar. Dalam pustaka Taittrriya-Upanisadha ada
disebutkan “Hyang Widhi Wasa melakukan Tapa. Setelah melakukan Tapa,
terciptalah semuanya, yaitu segala apa yang ada di alam ini. Setelah
menciptakan, kedalam ciptaanNya itu Hyang Widhi menjadi satu”. Kekuatan
Tapa-Nya menyebabkan terwujudnya dunia ini. Bentuk dunia ini bulat seperti
telur, maka alam semesta ini dalam kitab PURUNA disebut “BRAHMA-ANDA” (telur
Hyang Widhi).
Demikian pula bahwa disebabkan Tapa Hyang
Widhi maka terjadilah dua kekuatan asal, yakni Kekuatan Kejiwaan (Purusa) dan
Kekuatan Kebendaan (Prakarti/Pradhana). Lantaran kedua kekuatan tersebut
bertemu, maka terciptalah alam semesta ini. Perlu diketahui, bahwa terjadinya
ciptaan ini bukan proses ciptaan sekaligus, melainkan tahap demi tahap atau
secara proses evolusi, dari yang halus menjadi yang kasar. Mula pertama
timbullah alam fikiran (Cita/citta) yang sudah mulai dipengaruhi oleh TRIGUNA
yang terdiri atas SATWA, RAJAH dan TAMAH. Kemudian timbul naluri pengenal
(BUDHI). Selanjutnya timbul akal dan
perasaan (MANAH). Lalu timbul rasa keakuan (AHANGKARA). Setelah ini timbul
sepuluh sumber Indria (DASA INDRIA) yang terbagi dua pula, yakni Panca-Budhi
Indria dan Panca Karma Indria.
Panca Budhi Indria terdiri atas:
1). Rangsang pendengar (Srota Indria)
2). Rangsang perasa (Twak Indria)
3). Rangsang pelihat (Caksu Indria)
4). Rangsang pencium/pengecap (Jihwa indria)
5). Rangsang pencium (Ghrana Indria)
Panca Karma Indria terdiri atas:
1). Penggerak mulut (Wak Indria)
2). Penggerak tangan (Pani Indria)
3). Penggerak kaki (Pada Indria)
4). Penggerak pelepasan (Payu Indria)
5). Penggerak kemaluan (Upastha Indria)
Selanjutnya dari Indria-indria tersebut
timbullah lima benih dari zat alam (Panca Tanmatra) yang terdiri atas:
1). Benih suara (Sabda Tanmatra)
2). Benih rasa sentuhan (Sparsa Tanmatra)
3). Benih penglihatan (Rupa Tanmatra)
4). Benih rasa (Rasa Tanmatra)
5). Benih penciuman (Gandha Tanmatra)
Dari Panca Tanmatra yang hanya merupakan benih
zat alam terjadilah unsur-unsur benda materi yang nyata (Maha Bhuta) yang
dinamai Panca Maha Bhuta (lima unsur zat alam).
Panca Maha Bhuta terdiri atas:
1). Ether (akasa)
2). Gas/api (Bayu)
3). Sinar cahaya (Teja)
4). Zat cair (Apah)
5). Zat padat (Prhtiwi)
Kelima unsur zat alam tersebut berbentuk
PARAMA ANU (atom-atom). Panca Maha Bhuta inilah yang mengolah diri secara
evolusi, sehingga terjadilah alam semesta ini yang terdiri pula dari
Brahmanda-brahmanda seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet
termasuk bumi kita ini. Semuanya itu terdiri atas tujuh lapisan dunia, yakni:
1). Bhur-loka (Manussa-loka)
2). Bhuwah-loka (Pitra-loka)
3). Swah-loka (Swarga/Dewa-loka)
4). Maha-loka
5). Jana-loka
6). Tapa-loka
7). Satya-loka
Adapun perbedaan satu dunia (loka) dengan
lainnya ditentukan oleh unsur mana dari Panca Maha Bhuta yang terbanyak
menguasainya. Umpamanya Bhur-loka, Bhuwah-loka dan Swah-loka juga dikenal
dengan nama TRILOKA (tiga dunia). Bhur-loka yakni tempat kita hidup ini terjadi
dari campuran kelima unsur zat alam, tapi komposisi unsur terbanyak adalah zat
padat (prthiwi) dan zat cair (Apah), juga disebut Manussa-Loka. Bhuwah-loka
juga dinamai Pitra-loka atau dunia roh banyak dikuasai oleh unsur zat cair
(Apah) dan zat sinar (Teja). Swah-loka disebut juga Dewa-loka atau sorga
(Swarga) dikuasai oleh unsur sinar (Teja) dan zat hawa (Bayu). Para dewa di
alam dunia (loka) tersebut senantiasa bersinar/bercahaya berkat pengaruh unsur
sinar (Teja). Dewa berarti sinar cahaya.[5]
D.
Hubungan Manusia dan Alam.
Hubungan manusia dengan alam merupakan hal
yang mengharuskan manusia untuk bisa memahami makna mendekatkan diri dengan
alam , karena manusia tidak bisa hidup tanpa alam, yaitu makna relasi yang
saling menguntungkan dan menjaga satu sama lain. Dalam pandangan agama hindu
hubungan alam dengan manusia secara rinci dibahas dan dimulai dari konsep
“Rtya” dan “Yadna”.
Rta Sebagai bagian imanen (tak terpisahkan)
dari alam. Manusia pada setiap tahap dalam kehidupannya dikuasai oleh fenomena
dan hukum alam. Sedangkan Yadnya merupakan hakikat hubungan antara manusia
dengan alam yang terjadi dalam keadaan harmonis, seimbang antara unsur-unsur
yang ada pada alam dan unsureunsur yang dimiliki oleh manusia. Hubungan timbal
balik antara manusia dan alam harus selalu dijaga. Salah satu cara yang dipakai
untuk menjaga hubungan timbal balik ini menggunakan salah satu konsep yajna
yang disadari oleh ajaran Rta adalah konsep sad kartih.
Konsep sad kartih merupakan konsep yang
menyatakan bahwa Alam semesta ini termasuk manusia menurut Veda terdiri dari
unsur panca maha butha yang semua saling berkaitan satu dengan yang lain. Agar
terjadi sinergi yang baik maka berbagai kitab Hindu yang dirumuskan oleh
lontar-lontar Purana di Bali oleh orang-orang suci Hindu di Bali. Bagian-bagian
dari Sad Kertih.[6]
a.
Atman Kertih
Yaitu suatu upaya untuk melakukan pelestarian
segala usaha untuk menyucikan Sang Hyang Atma dari belenggu Tri Guna. Inti Atma
Kertih adalah mengupayakan tetap tegaknya fungsi kawasan suci,tempat suci dan
kegiatan suci sebagai media untuk membangun kesucian Atman.
b.
Samudra Kertih
Yaitu upaya untuk menjaga kelestarian samudra
sebagai sumber alam yang memiliki fungsi yang sangat komplek dalam kehidupan
umat manusia.
c.
Wana Kertih
Adalah upaya untuk melestarikan hutan. Dalam
Pancawati diajarkan tentang tiga fungsi hutan hingga dapat membangun hutan yang
lestari yang disebut Wana Astri yang dibagi menjadi maha wana, tapa wana dan
sri wana.
1.
Maha wana
Adalah hutan belantara sebagai sumber
kehidupan manusia dan pelindung berbagai sumber hayati didalamnya. Maha wana
juga sebagai waduk alami yang akan menyimpan dan mengalirkan air sepanjang
tahun. Air dalam ajaran Hindu seperti dinyatakan.
2.
Tapa wana
Merupakan fungsi hutan sebagai sarana dalam
spiritual yang menggemakan ajaran spiritual dimana di hutan para pertapa
mendirikan asrama dan memanjat doa serta mengajarkan ajaran-ajaran suci ke
dalam setiap hati umat manusia.
3.
Sri wana
Adalah hutan sebagai sarana ekonomi masyarakat
karena dari hutanlah sebagian hasil bumi dapat dihasilkan, dengan merusak hutan
berarti merusak salah satu penunjang ekonomi masyarakat.[7]
d.
Danu Kertih
Ini merupakan sebuah konsep tentang bagaimana
menjaga kelestarian sumber air tawar yang ada di daratan baik yang berupa mata
air danau, sungai dan lain-lain. Seperti yang dijelaskan dalam Manawa
Dharmasastra .IV.52
Pratyagnim pratisuryam ca
pratisomodaka dvijan
pratigam prativatam
ca prajna nasyati mehatah.
Artinya :
Kecerdasan orang akan sirna bila kencing
menghadapi api, mata hari, bulan, kencing dalam air sungai (air yang
mengalir),menghadapi Brahmana, sapi, atau arah angin.
Juga dalam Manawa Dharmasastra .IV.56
Napsu mutram purisam va
sthivanam va samutsrjet,
amedhya liptam any
a dva lohitam vavisani va.
Artinya;
Hendaknya ia jangan melempar air kencingnya
atau kotorannya ke dalam air sungai,tidak pula air ludahnya, juga tidak boleh
melemparkan perkataan yang tidak suci, tidak pula kotoran-kotoran, tidak pula
yang lain, tidak pula darah atau suatu yang berbisa.
e.
Jagat Kertih
Adalah usaha untuk melestarikan bumi dalam hal
ini tanah yang menjadi sumber kehidupan hingga tanah menjadi produktif dan
menghasilkan suatu yang berguna untuk manusia dari sini terjadi suatu hubungan
timbal balik antara bumi dan manusia sehingga manusia tidak lagi hanya menjadi
benalu seperti yang dominan terjadi pada saat ini.
f.
Jana Kertih
Jana kertih lebih pada individu dalam
membangun sebuah lingkungan spiritual hingga tercipta suasana religius di
sekitar individu tersebut ini sangat berguna dalam membina hubungan sosial
hingga tercipta suatu hubungan yang harmonis antar individu, hubungan ini tidak
lagi memandang perbedaan sebagai hambatan suatu kedekatan, karena pada dasarnya
semua manusia itu bersaudara.[8]
Daftar Pustaka
Ali,
H. Akbar. Tuhan dan Manusia. penerjemah Dr. H. Lukman Saksono. Penerbit :
Grafikatama Jaya, 1992
Arifin,
H.M.. Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta: C.V. Sera Jaya, 1980.
Dahler,
Franj dan Julius Cahndra. Asal dan Tujuan Manusia. penerbit Kanisius,
Yogyakarta: 1991.
Dputhera,
Oka dan cornilis Wowor. Pedoman Dharma Duta.
Jakarta: Lovina Indah
Hadiwijono,
Harun. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta:
PT BPK Gunung Mulia, 2001, cet. Ke-12.
Ajaran
Rta dan Yajna Dalam Hindu Dapat Menjadi Solusi Dalam Masalah Lingkungan Hidup
diakses di https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/ajaran-rta-dan-yajna-dalam-hindu-dapat-menjadi-solusi-dalam-masalah-lingkungan-h/10151123281682596
[2] Dr. Franj Dahler dan Julius Chandra , Asal dan Tujuan Manusia,(
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991), h. 172.
[5] Pandita D.D. Harsa Swabodhi, Upamana-Pramana Buddha dharma dan
Hindu Dharma (Medan: Yayasan Perguruan “Budaya” & I.B.C., 1980), h. 57-58.
[6] Ajaran Rta dan Yajna Dalam Hindu Dapat Menjadi Solusi Dalam Masalah
Lingkungan Hidup diakses di
https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/ajaran-rta-dan-yajna-dalam-hindu-dapat-menjadi-solusi-dalam-masalah-lingkungan-h/10151123281682596
[7] Ajaran Rta dan Yajna Dalam Hindu Dapat Menjadi Solusi Dalam Masalah
Lingkungan Hidup diakses di https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/ajaran-rta-dan-yajna-dalam-hindu-dapat-menjadi-solusi-dalam-masalah-lingkungan-h/10151123281682596
[8] Ajaran Rta dan Yajna Dalam Hindu Dapat Menjadi Solusi Dalam Masalah
Lingkungan Hidup diakses di https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/ajaran-rta-dan-yajna-dalam-hindu-dapat-menjadi-solusi-dalam-masalah-lingkungan-h/10151123281682596
Komentar
Posting Komentar