Peninggalan Kerajaan Budha di Indonesia

Peninggalan kerajaan kalinga
1. Prasasti Tukmas

 Peninggalan Kerajaan Kalingga yang pertama adalah prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di Kecamatan Grabak, Magelang – Jawa Tengah. Prasasti Tukmas bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta lengkap dengan pahatan beberapa gambar. Prasasti Tukmas berisi tentang kabar adanya sungai di lereng Gunung Merapi yang airnya jernih, mirip seperti aliran sungai Gangga di India. Adapun gambar-gambar yang termuat di dalamnya adalah gambar trisula, kapak, kendi, cakra, kelasangka, dan bunga teratai. Gambar-gambar tersebut menjadi bukti bahwa kerajaan Kalingga memiliki hubungan erat dengan kebudayaan Hindu dari India. Letak penemuan prasasti Tukmas yang cukup jauh dari perkiraan ibukota kerajaan juga membuktikan bahwa cakupan wilayah kekuasaan dari Kerajaan Kalingga cukup luas.
 2. Prasasti Sojomerto 

Prasasti Sojometro adalah prasasti peninggalan Kerajaan Kalingga yang titemukan di wilayah Kabupaten Batang. Dinamakan Sojometro karena prasasti ini ditemukan tepat di dusun yang bernama Sojomerto. Prasasti Sojomerto bertuliskan huruf Kawi dan berbahasa Melayu Kuno. Dengan wujudnya ini, para ahli memperkirakan bahwa prasasti Sojomerto dibuat pada abad ke 7 Masehi. Isi prasasti Sojomerto menceritakan tentang kondisi keluarga kerajaan Kalinga. Salah satu tentang pendiri kerajaan yang bernama Dapunta Sailendra. Dari nama tersebut, diperkirakan pendiri Kalingga berasal dari garis keturunan Dinasti Sailendra, penguasa Kerajaan Mataram Kuno di masa sebelumnya.
 3. Prasasti Upit

 Prasasti Upit adalah sebuah prasasti yang ditemukan di Desa Ngawen, Kec. Ngawen – Kab. Klaten. Isi prasasti ini menceritakan tentang adanya sebuah kampung, bernama kampung upit yang menjadi daerah perdikan (bebas pajak) karena anugerah dari ratu Shima. Saat ini, prasasti upit disimpan di Museum Purbakala, Jawa Tengah di Prambanan, Klaten. Selain meninggalkan beberapa prasasti, Kerajaan Kalingga juga meninggalkan bangunan Candi. Ada 2 candi peninggalan Kerajaan Kalingga, yaitu candi Angin dan candi Bubrah. Baca Juga  : Peninggalan Kerajaan Kediri .
 4. Candi Angin

 Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kec. Keling, Jepara – Jawa Tengah. Dinamakan candi angin adalah karena candi ini berdiri di atas daerah yang cukup tinggi, kendati terpaan angin sangat kencang dari waktu ke waktu, candi ini tidak rubuh dan justru tetap kokoh. Dari analisa karbon, diperkirakan candi angin dibangun pada masa sebelum pembangunan Candi Borobudur. Tidak terdapatnya ornamen-ornamen Hindu Budha membuat candi ini diperkirakan dibangun sebelum kebudayaan Hindu Budha berbaur dengan kebudayaan asli masyarakat Jawa.
 5. Candi Bubrah Candi Bubrah ditemukan di lokasi sekitar candi angin. Dinamakan candi Bubrah karena pada saat ditemukan, kondisi candi ini sudah luluh lantah (Jawa : Bubrah). Dari arsitektur dan gaya bangunannnya, candi ini diperkirakan dibuat pada sekitar abad ke 9 Masehi dengan bercorak kebudayaan Budha. Candi yang dibuat dari bahan batu andesit ini berukuran 12 meter x 12 meter. Saat ditemukan reruntuhan yang tersisa tingginya hanya sekitar 2 meter saja. Demikian sekilas pemaparan kami mengenai beberapa peninggalan Kerajaan Kalingga, baik yang berupa candi maupun yang berupa prasasti. Meski tidak menguak banyak hal tentang sejarah Kerajaan Kalingga, peninggalan-peninggalan tersebut hingga kini masih dirawat dan terus dipelihara sebagai warisan budaya untuk generasi Indonesia yang selanjutnya.

Peninggalan kerajaan sriwijaya

1. Prasasti Kota Kapur

Peninggalan Kerajaan SriwijayaPrasasti Kota Kapur yang merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini ditemukan di Pulau Bangka bagian Barat yang ditulis dengan memakai bahasa Melayu Kuno serta aksara Pallawa. Prasasti ini ditemukan oleh J.K Van der Meulen tahun 1892 dengan isi yang menceritakan tentang kutukan untuk orang yang berani melanggar titah atau pertintah dari kekuasaan Raja Sriwijaya. Prasasti ini kemudian diteliti oleh H.Kern yang merupakan ahli epigrafi berkebangsaan Belanda yang bekerja di Bataviaasch Genootschap di Batavia. Awalnya ia beranggapan jika Sriwijaya merupakan nama dari seorang raja. George Coedes lalu mengungkapkan jika Sriwijaya adalah nama dari Kerajaan di Sumatera abad ke-7 Masehi yang mrupakan Kerajaan kuat dan pernah berkuasa di bagian Barat Nusantara, Semenanjung Malaya serta Thailand bagian Selatan.

Sampai tahun 2012, Prasasti Kota Kapur ini masih ada di Rijksmuseum yang merupakan Museum Kerajaan Amsterdam, Belanda dengan status dipinjamkan oleh Museum Nasional Indonesia. Prasasti Kota Kapur ini ditemukan lebih dulu sebelum prasasti Kedukan Bukit serta Prasasti Talang Tuwo. Dari Prasasti ini Sriwijaya diketahui sudah berkuasa atas sebagian wilayah Sumatera, Lampung, Pulau Bangka dan juga Belitung. Dalam Prasasti ini juga dikatakan jika Sri Jayasana sudah melakukan ekspedisi militer yakni untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak mau tunduk dengan Sriwijaya. Peristiwa ini terjadi hampir bersamaan dengan runtuhnya Taruma di Jawa bagian Barat dan juga Kalingga atau Holing di daerah Jawa bagian Tengah yang kemungkinan terjadi karena serangan dari Sriwijaya. Sriwijaya berhasil tumbuh serta memegang kendali atas jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Selat Sunda, Laut Jawa serta Selat Karimata.
2. Prasasti Ligor

Prasasti LigorPrasasti Ligor ditemuan di Nakhon Si Thammarat, wilayah Thailand bagian Selatan yang memiliki pahatan di kedua sisinya. Pada bagian sisi pertama dinamakan Prasasti Ligor A atau manuskrip Viang Sa, sementara di sisi satunya merupakan Prasasti Ligor B yang kemungkinan besar dibuat oleh raja dari wangsa Sailendra yang menjelaskan tentang pemberian gelar Visnu Sesawarimadawimathana untuk Sri Maharaja. Prasasti Ligor A menceritakan tentang Raja Sriwijaya yang merupakan raja dari semua raja di dunia yang mendirikan Trisamaya Caitya untuk Kajara. Sedangkan pada Prasasti Ligor B yang dilengkapi dengan angka tahun 775 dan memakai aksara Kawi menceritakan tentang nama Visnu yang memiliki gelar Sri Maharaja dari keluarga Śailendravamśa dan mendapatk julukan Śesavvārimadavimathana berarti pembunuh musuh yang sombong sampai tak tersisa.
3. Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah ditemukan di pinggir rawa Desa Palas Pasemah, Lampung Selatan, Lampung yang ditulis dengan memakai bahasa Melayu Kuno aksara Pallawa dan terdiri dari 13 baris tulisan. Isi dari prasasti ini menjelaskan tentang kutukan dari orang yang tidak mau tunduk dengan kekuasaan Sriwijaya. Jika dilihat dari aksara, Prasasti Palas Pasemah ini diduga berasal dari abad ke-7 Masehi.
4. Prasasti Hujung Langit

Prasasti Hujung Langit merupakan Prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan pada sebuah desa bernama Desa Haur Kuning, Lampung dan juga ditulis dalam bahasa Melayu Kuno serta aksara Pallawa. Isi dari prasasti ini tidak terlalu jelas sebab kerusakan yang terjadi sudah cukup banyak, namun diperkirakan berasal dari tahun 997 Masehi dan isinya tentang pemberian tanah Sima.
5. Prasasti Telaga Batu

Peninggalan Kerajaan SriwijayaPeninggalan Kerajaan Sriwijaya selanjutnya adalah prasasti telaga batu. Prasasti Telaga Batu ditemukan di kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang tahun 1935 yang berisi tentang kutukan untuk mereka yang berbuat jahat di kedautan Sriwijaya dan kini disimpan pada Museum Nasional Jakarta. Di sekitar lokasi penemuan Prasasti Telaga Batu ini juga ditemukan Prasasti Telaga Batu 2 yang menceritakan tentang keberadaam sebuah vihara dan pada tahun sebelumnya juga ditemukan lebih dari 30 buah Prasasti Siddhayatra yang juga sudah disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti Telaga Batu dipahat di batu andesit dengan tinggi 118 cm serta lebar 148 cm.
Pada bagian atas prasasti ada hiasan 7 buah kepala ular kobra serta di bagian tengah terdapat pancuran tempat mengalirnya air pembasuh. Tulisan pada prasasti ini memiliki 28 baris dengan huruf Pallawa dan memakai bahasa Melayu Kuno. Secara garis besar, isi dari tulisan ini adalah tentang kutukan untuk mereka yang berbuat kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tidak mematuhi perintah dari datu. Casparis lalu mengemukakan pendapat jika orang yang termasuk berbahaya dan juga bisa melawan kedatuan Sriwijaya perlu untuk disumpah yakni putra raja (rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi nījavarna), ahli senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha), pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), pelayan raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).

Prasasti ini menjadi prasasti kutukan lengkap sebab juga dituliskan nama pejabat pemerintahan dan menurut dugaan beberapa ahli sejarah, orang yang terulis di dalam prasasti juga tinggal di Palembang yang merupakan ibukota kerajan. Sedangkan Soekmono beranggapan jika tidak mungkin Sriwijaya berasal dari Palembang sebab adanya kutukan kepada siapa pun yang tidak patuh pada kedatuan dan juga mengusulkan Minanga seperti yang tertulis pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan berada di sekitar Candi Muara Tikus ibukota Sriwijaya.

Peninggalan kerajaan mataram budha

1. Candi Sewu

Candi sewu sendiri merupakan candi terbesar kedua di Jawa tengah setelah candi Borobudur yang bercorak budha yang mana kerajaan Mataram kuno membangunnya sekitar di abad 8 Masehi. Lokasinya berada di  desa Bugisan, kecamatan Prambanan, kabupaten klaten, Jawa tengah.
Ternyata candi ini letaknya sangat dekat dengan candi Prambanan yang jarak kedua candi tersebut hanya sekitar 800 Meter.
Selain itu candi Sewu lebih tua dari dua candi yang ada di jawa tengah (Candi Borobudur dan candi Prambanan). Hal yang unik dari candi Sewu adalah, namanya tidak sesuai dengan jumlah candi sebenarnya, yang manaJumlah asli candinya hanya sekitar 249 saja.
Bayangkan namanya sewu kalau diartikan ke bahasa Indonesia adalah seribu. Usut punya usut ternyata candi ini berasal dari cerita legenda Roro Jonggrang.
2. Candi Arjuna

Berbeda dengan candi Sewu yang bercorak budha, candi Arjuna sendiri adalah candi yang bercorak Hindu. Candi Arjuna dibangun pada abad 9 Masehi dan Letaknya candi ini berada di Dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia.
Selain candi Arjuna di daerah tersebut juga ada candi lainnya seperti Candi semar, Srikandi, Puntadewa, dan candi Sembadra. Kalau dilihat dari namanya tersebut berarti masyarakat menamakannya dengan nama tokoh yang ada di pewayangan.
3. Candi Bima


Candi bima ini juga terletak di daerah Dataran Tinggi Dieng tepatnya di Banjarnegara, Jawa Tengah. Dibangun pada abad sekitar 7 sampai abad ke 13 Masehi. Candi ini bercorak Hindu, makanya desainnya pada umumnya terdapat kesamaan dengan candi yang ada di negara India.
Karakteristik dari candi Bima adalah atapnya hampir sama dengan shikara dan bermodelkan mangkok yang di telungkupkan. dan di di bagian atas terdapat arca Kudu.
Pada zaman dahulu candi ini digunakan untuk upacara Pradaksina.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerajaan-kerajaan Hindu