Responding Paper 12
Responding paper kelompok 12
Upacara kelahiran, perkawinan, dan
kematian dalam Agama Hindu
Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam
agama Hindu
Pendahuluan
Dalam agama Hindu banyak terdapat praktek-praktek
upacara dalam kegiatan yang menyangkut kegiatan keseharian serta kerohanian
yang mereka jalani dalan kesehariannya.Seperti
bagaima menusia yang masih dalam benih sang ibu,saat ia dilahirkan
sampai menuju jenjang perkawinan.
Upacara bayi dalam kandungan
Dalam agama hindu,ritual atau upacara yang dilakukan
ketika bayi masih dalam kandungan disebut Magedog-gendongan.Upacara ini
dilakukuan setelah kandungan berusia di bawah lima bulan.Upacara ini bertujuan
untuk membersihkan dan memohon keselamatan jiwa si bayi agar kelak menjadi
orang yang berguna untuk dalam masyarakat nanti.
Tata cara upacara magedog-gendongan:
Dilakukan di dalam pemandian di dalam rumah,ibu yang
sedang mengandung disucikan,di tempat suci itu disertakan pula alat upacara
berupa benang hitam satu ikat yang kedua ujungnya diikatkan pada cabang kayu
dadap,bambu runcing,air berisikn ikan yang masih hidup,ceraken dibungkus dengan
kain lalu cabang kayu dadap yang terikat dengan kayu dadap ditancapkan pada
pintu gerbang.Ceraken yang berisi air dan ikan dijinjing oleh sang ibu,sang
suami memegang dengan tangan kiri,sedangkan tangan kanan suami memegang
bamboo,air suci dipercikan pada sesajian yang telah disediakan,.setelah itu
suami istri bersembahyang memohon keselamatan agar bayi yang di dalam
kandungan selamat sampai lahirnya nanti
tanpa hambatan,upacara ini disertakan pula mantra-mantra sepertidi Bali
digunakan mantra MatrpujaNadisraddhadan dan Prapajapalopuja yang samata-mata
dilakukan untuk keselamatan ibu.[1]
Kelahiran bayi
Upacara Jatakarma yaitu upacara kelahiran bayi yang
dilaksanakan ketika sebelum tali pusar
bayi itu terputus,jika tali pusar si bayi sudah terlanjur lepas,harus
dibuatkannya suatu upakara yang bertujuan untuk membersihkan secara spiritual
tempat-tempat suci dan bangunan-bangunan yang ada disekitarnya.
Tata cara
upacara Jatakarma
Pusar si bayi dibungkus dalam secarik kain lalu
dimasukkan ke dalam sebuah kulit ketupat
kecil,disertai dengan sejenis rempah-rempah yang khasiatnya menghangatkan,seperti
cengkeh.Lalu ketupat kecil ini digantung menghadap arah kaki tempat tidur si
bayi
.Terdapat tiga macam tujuan dari upacara ini,yaitu
Medha Jhana,yaitu diadakan upacara ini untuk
menumbuhkan intelektual atau kepintaran anak.Pada saat upacar berlangsung,sang
ayah memberikan satu sendok kecil madu atau minyak dari susu kepada bayinya,di
telinga bayi itu sang ayah mengucapkan
mantra Gayatri.Tujuan dari semua ini adalah agar bayi tumbuh cerdas ,rupa yang bagus,dan
kesehatan yang baik karena unsure madu dan minyak susu itu merupakan sumber
kecerdasan,wajah dan kesehatan.
Ayusya,yaitu upacara yang bertujukan adanya umur
panjang bagi si bayi tersebut.Pada telinga kanannya,sang ayah mengucapkan
mantra yang berbunyi :”Api adalah berumur panjang,melalui dewa api memohon
kepada tuhan agar anak itu diberikan umur panjang,air adalah berumur
panjang,melalui dewa air memohon kepada tuhan agar anak itu diberikan umur
panjang,laut adalah umur panjang…..”dan seterusnya.
Kekuatan juga
dimohonkan untuk pengucapan mantra-mantra kehadapan tuhan,antara lain: Anggad
anggad sambhaswasi hrdayadaadhhijase,atma wai putranawabhasi sajiwa saradah
satam.Artinya :jadikanlah sekuat batu,jadikanlah sekuat baja,jadikanlah sekuat
emas anak kami ya Tuhan,semoga menganugrahi kehidupan seratus tahun.[2]
Perbedaan-perbedaan
Terdapat beberapa perbedaan dalam upacara Jatakarma
dalam umat Hindu di India dan umat Hindu di Indonesia.Jika di India sehari
sebelum melahirkan,sang ibu dianjurkan memasuki kamar yang telah disediakan
khusus untuk proses kelahiaran,yang telah pula diberikan doa-doa untuk mengusir
kekuatan negative serta penjagaan terhadap kekuatan negatife yang akan
masuk.Pada saat proses kelahiran,sang ibu berbaring,lalu semua pintu kamar
dibuka tetapi pintu rumah luar ditutup,konon cara seperti ini juga digunakan di
Jerman ketika proses kelahiran berlangsung.Pada saat itu pula diucapkan doa-doa
untuk melindungi ibu dan bayinya dari gangguan-gangguan negative.Pada tradisi
umat Hindu di Hindia,tidak adanya doa ataupun upacara mengenai ari-ari.
Lain pula halnya di Indonesia,dalam kepercayaan umat
Hindu di Indonesia,beranggapan bahwa mulai saat setelah lahir,pada saat itu
juga bayi itu diasuh oleh Sang Hyang Kumara ,dan untuk itu pula dibuatkan sebuah tempat bayi itu tidur yang disebut
pelangkir Kumara.Sang Hyang Kumara ini ditugaskan oleh Bhatara Siswa menjadi
pengasuh serta pelindung anank-anak yang seketika itu giginya belum
tanggal.Sesajen untuk Kumara ini berisi nasi putih dan nasi kuning yang berisikan telur dadar,sepotong kecil
pisang mas,geti-geti,gula jawa(gula bali yang direbus),serta minyak wangi dan
bunga-bungaan yang harum,terutama yang berwarna putih dan kuning.Dalam
kepercayaan umat Hindu,Kumara adalah seorang dewa yamg tidak mau mempunyai
keturunan sehinnga tetap sebagai teap menjadi anak-anak,tetap suci dan
lugu,Jika seorang bayi tertawa kecil sendiri,tiu daanggap sedang bermain-main
dengan penjaganya yaitu Kumara.Tentang masalah ari-ari di Indonesia,hal ini
termasuk masalah penting dalam penanganannya.
Upacara setelah kelahiran bayi
Upacara Bajong Colong atau Ngerorasin adalah upacara
pergantian nama terhadap Catur Sanak, dan mempersiapkan nama baru untuk sang
anak yang dilaksanakan ketika bayi
berumur 12 hari.Tujuan dari upacara ini
adalah untuk keselamatan bayi karena terpisah dangan catur sanak dan memperkuat
kedudukan Atman atau roh sang bayi dengan sekaligus membersihkan badan halus
bayi itu dari kotoran yang dibawa dari
rahim ibu.Umat Hindu Indonesia khususnya di Bali,pada saat upacara ini
berlangsung dilakukan pula pemberian nama.Di India,pemberian nama disebut
Namakarana.
Tata cara upacara
Bajong Colong
Sejumlah lilin dinyalakan dan potongan lidi berisi
kapas dibasahi oleh minyak yang dsulut api atau di Bali disebut dengan
Linting.Jumlah Linting yang digunakan adalah jumlah sesuai” urip”kelahiran bayi
tersebut.Pada setiap Linting digantungkan daun rontal atau kertas yang telah
disiapkan nama-nama yang telah disiapkan oleh orangtuanya,hal demikian
dilakukan pada zaman dahulu ,sekarang pemberian ataupun penambahan atau
penggantian nama tidak lagi menggunakan ketentuan ini lagi,sekarang begitu bayi
lahir telah disiapkan namanya.
Upacara kambuhan
Upacaran ini adalah upacara pembersihan orangtua dan
bayinya terhadap lingkungan luarnya.upacara ini dilakukan ketika bayi beurmur
42 hari.Karena sebelum bayi berumur 42 hari,orang tua terutama ibu dianggap
kotor sehinnga belum diperkenankan masuk ke tempat yang suci.
Upacara Tigang Sasih
Upacara ini diadakan ketika bayi berumur tiga bulan,di India upacara ini disebut
Niskarmana,yang berarti dalam bahasa inggris adalah first ounting yaitu membawa
bayi keluar untuk pertama kalinya.Di Indonesia,upacara ini dilaksanakan ketika
bayi berumur 105 hari,perhitungan ini terjadi dikarenakan terhitung satu bulan
berumur 35 hari.
Tata cara upacara Tigang Sasih
Di India dalam upacara ini,di sekitar pekarangan
rumah dibuatkan bentuk segi empat yang di dalamnya disebarkan beras oleh sang
ibu bayi tersebut, Di atas tebaran beras itu dibuatkan gambaran swastika. Dari
tempat itulah sang bayi diajak melihat mentari pagi. Sebelum ditebari
beras,persegi empat itu diolesi seluiruhnya dengan lumpur tanah liat,lalu sang ayah menggendong bayinya
dengan muka bayinya itu diarahkan ke matahari.Bayi itu dipakaikan pakaian yang
layak serta indah kemudian diajak ke tempat pemujaan rumah itu(sanggar
keluarga).Pemujaan di tempat itu diantar oleh pendeta serta diiringi oleh
bunyi-bunyian musik,lalu sang pendeta mengucapkan mantra weda kehadapan tuhan
dengan disaksikan oleh para dewa penjaga kedelapan penjuru angin serta dewa
mataharidewa bulan dan dewa angkasa.Ayah sang bayi tidak berhenti-hentinya
mengucapkan mantra Wisnu-dharmottar.Setelah upacara ini berakhir,sang bayi
diberikan kepada pamannya dari pihak ibu yang terus memangkunya,serta diberikan
hadiah-hadiah .
Lain halnya di Indonesia,upacara ini diadakan rumah
tangga sendiri atau di rumah pendeta tidak di pura(tempat pemujaan
umum).Upacara ini dianggap penting oleh umat Hindu karena hanya dilakukan
sekali seumur hidup.
Upacara weton
Upacara ini dilaksanakan setiap 6 bulan sekali,tidak
lain tujuan dari upacara ini adalah memohon kepada tuhan yang maha esa untuk
keselamatan bayi tersebut,tetapi bukan hanya bayi yang dimintai keselamatannya
saja tetapi juga untuk semua hewan dan tumbuhan agar dapat subur dan panjang
umurnya.
Perkawinan dalam agama Hindu
Pengertian perkawinan
Adalah merupakan ikatan batin antara pria dan wanita
yang akan melaksungkan pernikahan.Pengertian ini juga tertera dalam
Undang-Undang No.1 Tahun 1979,pasal 1,yang bertujuan untuk membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa.
Perkawinan atau vivaha dalam agama Hindu mempunyai
ari dan kedudukan yang khusus di dalam kehidupan manusia yaitu awal jenjang
grhstha.Di dalam kitab Manava Dharmasastra bahwa pernikahan itu bersifat
religius(sakral)dan wajib hukumnya,ini dianggap mulia karena bisa memberi
peluang kepada anak untuk menebus dosa-dosa leluhurnya agar bisa menjelma atau
menitis kembali ke dunia.[3]
Syarat-syarat perkawinan
Syarat perkawinan terdiri dari dua faktor,yaitu
secara:
Batiniah,yaitu:
pernikahan yang berdasarkan cinta sama cinta
mempelai harus agama yang sama
lahiriah, yaitu:
faktor usia
bibit,bebet,bobot
tidak terikat oleh suatu perkawinan dengan pihak
lain[4]
di dalam masyarakat Hindu,khususnya di Bali,
terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk perkawinan yang merupakan
bentuk pejabaran dari bentuk perkawinan yang diungkapkan dalam Pustaka Manawa
Dharmasastra, diantaranya: mempadik, ngerorod, nyentana,melegandang.[5]
* Mempadik (meminang), bentuk ini adalah bentuk yan
dianggap sebagai paling terhormat .Yang melakukan pinangan ini adalah berasal
dari pihak laki-laki (purusa),yang datang memenuhi pihak perempuan(pradhana)
dan telah mendapatkan persetujua dari kedua pihak.[6]
mempelai memadik memiliki tatanan sebagai berikut :
*Pedewasaan (mencari hari baik)
dari pihak keluarga laki-laki mulai memohon hari
baik(dewasa),biasanya memohon kehadapan sulinggih atau seorang yang sudah biasa memberikan
dewasa(Nibakang Padewasaan).
* Penjemputan calon pengantin wanita
Pada saat penjemputan ke rumah calon pengantin
wanita,dari pihak laki-laki harus diikuti oleh semua keluarga besarnya beserta
unsur-unsur prajuru adat(kelihan adat).prajuru dinas(kelihan dinas).Demikian
juga dari pihak calon pengantin wanita serta calon pengantinnya.
* Ngetok lawang
Sebelum pelaksanaanm ngetok lawang,sang calon
pengantin pria mengucapkan beberapa pantun,yang akan bersambut-sambutan pantun
oleh calon pengantin wanita.[7]
* Cara
meleksanakan Yadya Sesa (sagehan)
Taruh sagehan tersebut di bawah,di atas sagehan
diisi canang,ditancapkan sebuah dupa yang sudah mengandung api,dengan posisi
menghadap ke jalan atau menghadap kedua calon pengantin,lalu mmemercikan
tetabuhan dangan beraturan.Adanya tatanan upacara ini adalah mengandung nilai
spiritual dan nilai etika dan menghasilkan dikaruniai anak yang sempurna.
* Upacara
perkawinan.
Tata upacara ini memiliki dua tahapan,yaitu:
Upacara mekala-mekala,yang berarti “menjadikan
seperti kala”yaitu upacara yang dibuat agar identik dengan kekuatan kala(energy
yang timbul),agar kekuatan kala yang
bersifat negative bias menjadi kala hita
atau berubah menjadi mutu kedewataan yang disebut”DAIWISAMPAD”
Upacara pekala-kalaan
* Ngerorod(merangkat)
Adalah suatu sistem
orangtua berdasarkan cinta sama cinta namun tidak mendapatkan
persetujuan dari salah satu pihak orang tua atau kedua pihak orangtua
mereka,tetapi mereka tetap ingin melakukan pernikahan,dengan jalan melarikan
calon pengantin wanita ke calon pengantin pria.Sistem perkawinan ini tetap dianggap sah,karena telah tertera sejak
dahulu.[8]
Tata cara pelaksanaan perkawinan ngerorod ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
*
Pengelukuan(pengandeg)
Setelah dilarikannya pengantin wanita ke rumah calon
pengantin pria,maka dari pihak pria mengutus beberapa sanak keluarganya untuk
dating ke rumah calon pengantin wanita sambil membawa lampu lenterang yang
telah menyala,dengan tujuan untuk memberitahukan kepada pihak orangtua dan
calon pengantin wanita,bahwa anak gadisnya tersebut telah menyatakan kawin
dengan pria itu.Disaat itu pula sang utusan menunjukkan sehelai surat
pernyataan dari si gadis menyatakan diri sudah kawin dengan seorang pria
berdasarkan cinta sama cinta.
*Penetes
Yaitu prajuru banjar atau kepala lingkungan(kelihan
dinas)bersama kelihan adat banjar datang ke rumah calon pengantin setelah ada
laporan bhwa ada salah satu warga banjar akan melangsungkan perkawinan.
*Tata cara pelaksanaan
Terdapat tiga tatanan dalam pelaksanaan tata cara
perkawinan ini yang tidak lain seperti tata cara memadik,yaitu melalui:
Pelaksanaan upacara mekala-kalan
Upacara mejaya-jaya
Upacara pewarang atau mejauman
Berbicara tentang kelangsungan pelaksanaan upacara
di atas,tergantung dari persetujuan pihak pengantin wanita
* Nyentana(nyeburin)
Menurut arti bahasa indonesianya,mungkin sam dengan
perkawinan”ambil anak” yaitu mengawini anak laki-laki untuk masuk menjadi
anggota pihak keluarga wanita dan tinggal pula di sana.Nyentana dikenal pula
dengan sebutan pekidih atau diminta,artinya si laki-laki tersebut diminta
menjadu menantu dan meneruskan keturunan pihak wanita.
Perkawinan ini umumnya dilakukan karena si wanita
merupakan anak semata wayang dan tidak mempunyai saudara pria.Seandaiya ia
melakukan perkawinan secara biasa,maka ia keluar dari keluarganya,sehingga
tidak ada lagi yang meneruskan ketueunan keluarga tersebut.[9]
Adalah perkawinan yang didasarkan atas cinta sama
cinta antara kedua pihak.Berdasarkan hukum Hindu di Bali menganut system
patrelinial,yaitu bahwa lak-laki adalah hukum kepurusan.
Tata cara pelaksanaan :
Mengenai tata cara pelaksanaan nyetana ini sama hal
nya seperti tta cara membadik,jika membadik
calon pengantin pria yang meminag calon pengantin wanita,sedangkan pada
nyentana ini caon pengantin pria yang di pinang oleh pengantin wanita serta
pelaksanaan perkawinannya pun di laksanakan oleh keluarga pengantin wanita.[10]
Bentuk-bentuk
perkawinan
Di dalam tatanan kehidipan agama Hindu,khususnya di
Bali memiliki beberapa bentuk perkawinan
menurut petunjuk dari Manawa Dharmasastra Sloka 25-34,yang menyebutkan
sebagai berikut:
Brahma Wiwaha
Mendapatkan calon istri yang berdsarkan cinta sama
cinta,terlebih dahulu dihias.
Daiwa Wiwaha
Mendapatkan calon istri yang berdasarkan cinta sama
cinta dan sebelum pelaksanaan pernikahannya dihias oleh pendeta.
Arsa Wiwaha
Seorang ayah yang mengawinkan anaknya,dengan
menerima mas kawin dari calon pengantin pria berupa dua pasang lembu untuk
memenuhi peraturan dharma.
Prajapati Wiwaha
Mendapatkan calon istri sete;lah mendapatkan restu
dari orangtua pihak wanita berupa ucapan mantra yang berisi doa restu sebagai
berikut :”semoga kamu berdua melaksanakan kewajiban-kewajiban bersama-sama”.
Setelah itu
pengantin wanita memberikan
penghormatan kepada calon suaminya.
Asura Wiwaha
Jika pengantin pria menerima seorang perempuan berdasarkan cinta sama
cinta,setelah memberikan mas kawin kepada pengantin wanita berdasarkan
kemampuan serta di dorong oleh keinginan sendiri.
Gandarwa Wiwaha
Pertemuan
antara laki-laki dan wanita dan timbul nafsunya untuk melakukan hubungan
suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan
Raksasa Wiwaha
Melarikan seorang gadis secara paksa dari
rumahnya,sanpai menangis.berteriak-teriak disertai dengah membunuh keluarga dan
merusak rumah gadis tersebut
Paisaca Wiwaha
jika laki-laki mencuri-curi,memperkosa wanita yang
sedang tidur,sedang mabuk atu bingun
Dengan nemikian bentuk perawinan yang masih
dilaksanakan oleh umat Hindu khususnya di Bali adalah dari bentuk perkawinan
Brahma Wiwaha sampai Prajapati Wiwaha.Pustaka Manawa Dharmasastra
39,menyebutkan sebagai berikut :
BRAHMADISU WIWAHESU
CATURSWEWANUPURWACAH,
BRAHMWARCASWINAH
JAYANTE CISTASAMMATAH.
Maksudnya :
Dari sudut macam perkawinan yang diiuraikan berturut-turut di mulai dari cara Brahma
Wiwaha sampai Prajapati Wiwaha akan lahir putra yang gemilang di dalam
pengetahuan weda dan dimuliakan oleh orang-orang budiman.
Komentar
Posting Komentar